Translate

Saturday 25 June 2016

Sinkronisasi Sebab-Akibat (Kausalitas) dalam Merealisasikan Tujuan


Tulisan pendek ini disarikan dari sebuah topik yang pernah dimuat di Majalah Al-Wa’ie terbitan Beirut yang berjudul “As-Sababiyyah (Kausalitas)”, anonim; dan pernah dituangkan dalam sebuah buku yang disunting oleh Abdul Karim as-Saamiy dengan judul As-Sababiyah, Qa’idatu Injazi al-A’mali wa Tahqiqi al-Ahdafi wa Dauruha fi Hayati al-Muslim, diterbitkan oleh penerbit Darul Bayariq, Beirut pada tahun 1996. Topik ini membahas aspek as-sababiyyah (kaidah kausalitas) sebagai landasan bagi manusia dalam menjalankan berbagai aktivitas dan dalam mencapai berbagai tujuan yang diupayakannya. Pembahasan tersebut kemudian dihubungkan dengan realitas seorang Muslim serta dikaitkan dengan keistimewaan dan peranannya di tengah-tengah kehidupan dalam menjalankan berbagai aktivitas dan mencapai berbagai tujuan.

As-sabab secara bahasa bermakna segala sesuatu yang dapat mengantarkan pada sesuatu yang lain. Dengan demikian, hal-hal yang menjadi perantara untuk sampai pada sesuatu disebut sebab, seperti zina, misalnya, menjadi ‘sebab’ murka Allah. Contah aktivitas ‘sebab’ lainnya misalnya seorang petani yang menebarkan benih di musim tanam, menaburkan pupuk, dan membajak tanah; upaya seorang panglima pasukan untuk meneliti berbagai informasi tentang musuh melalui badan intelijen atau untuk menambah jumlah pasukan dan perbekalan; upaya orang sakit untuk mengambil obat yang sesuai dengan penyakitnya dan mengikuti petunjuk dokter; upaya seorang pedagang untuk membuka toko serta mengiklankan secara online, atau sarana lainnya; upaya seorang traveller untuk menaiki kendaraan yang sesuai dengan tujuannya; ataupun upaya seorang pelajar/mahasiswa untuk mempelajari, memahami, dan menguasai mata pelajaran tertentu.

Adapun as-sababiyyah adalah upaya untuk mengaitkan sebab-sebab fisik dengan akibat-akibatnya yang juga bersifat fisik dalam rangka mencapai target dan tujuan tertentu. Upaya tersebut dilakukan dengan cara: (1) mengetahui seluruh sebab yang mampu mengantarkan pada tercapainya tujuan serta (2) mengaitkannya dengan seluruh akibatnya secara benar. Hanya dengan cara semacam ini, kita dapat mengatakan bahwa, kita telah menjalani sebab-sebab atau mengambil kaidah kausalitas (qâi’dah as-sababiyyah) sebagai landasan untuk melakukan berbagai aktivitas dan mencapai berbagai tujuan. Terwujudnya aktivitas dan tujuan tersebut pada akhirnya akan bergantung pada sejumlah tolok-ukur fisik (maqâyis mâdiyyah) yang kita miliki; tentu saja selama tidak ada pengaruh gaib yang bersumber dari lingkaran qadhâ.

Fatalisme berupa sikap pasrah secara total (at-tawâkuliyyah) menunjukkan tidak adanya upaya untuk mengaitkan sebab dengan akibat. Sebaliknya, fatalisme menunjukkan adanya sikap merasa puas dengan hanya menjalani sebagian sebab dan lebih banyak menyandarkan diri pada perkara gaib yang tidak mungkin diketahui. Padahal, pada saat yang sama, masih banyak sebab-sebab lain yang dapat diupayakan atau masih perlu adanya upaya mengaitkan sebab dengan akibat secara benar. Dengan demikian, fatalisme akan tampak dalam dua perkara: (1) tidak adanya upaya untuk menjalani seluruh sebab yang bisa mengantarkan pada tujuan; (2) upaya meremehkan keterkaitan antara sebab dengan akibat atau adanya sikap menyandarkan diri pada perkara gaib.

Kaidah Kausalitas dalam kehidupan Seorang Muslim


Memahami hubungan sebab-akibat (as-sababiyyah) merupakan perkara asasi bagi seorang Muslim. Sebab, risalah mereka dalam kehidupan ini adalah risalah yang bersifat praktis (‘amalî), dan mereka hidup tidak lain untuk menjalankan aktivitas dalam rangka meraih tujuan tertentu. Umat Islam generasi pertama-baik pada masa shahabat, tâbi’în (generasi pasca shahabat), tâbi’ at-tâbi’în (generasi pasca tâbi’în), maupun para tokoh kebangkitan memahami benar prinsip as-sababiyyah ini secara benar, sempurna, dan jernih. Pemahaman tersebut lantas mereka realisasikan dalam perilaku mereka sehingga mereka mampu melakukan aktivitas yang menyerupai mukjizat - apabila diukur dengan zaman kita saat ini, sebut saja bagaimana Al Fatih menakhlukkan Konstantinopel. Sebab, mereka telah berhasil mengemban Islam, menyebarkan dakwah, dan membuka wilayah-wilayah baru di berbagai pelosok dunia dalam waktu yang sangat cepat melampaui perjalanan sejarah umat-umat yang lain. Padahal, sarana transportasi yang paling baik saat itu hanyalah unta.

Namun sayang, ketika mulai muncul berbagai penghalang yang menutupi berbagai pemahaman Islam dan bahkan menghancurkan berbagai pengertiannya dalam benak kaum Muslim, baik saat ini maupun masa sebelum mereka hingga zaman masa kegelapan dan kemundurannya, hilanglah kejelasan pemahaman as-sababiyyah ini dari umat Islam; bercampur-baur dengan kerancuan pemahaman tentang konsep tawakal, takdir, ilmu Allah yang azali, dan kepasrahan terhadap qadriyyah ghaibiyyah (kekuatan gaib). Semua itu mengakibatkan mereka bersikap pasif dalam upaya menegakkan risalah Islam di tengah-tengah kehidupan mereka. 

Beberapa perkara bersifat rasional yang wajib dipenuhi untuk mewujudkan keberhasilan dalam usaha antara lain adalah:

1. Menentukan target
Artinya, membatasi target atau buah amal yang diharapkan secara jelas dan rinci. Secara alami, setiap target berbeda-beda tingkat kemudahan dan kesulitannya. Penentuan target yang terfokus, jelas, dan tidak mengandung kekeliruan akan melahirkan tekad yang kuat dalam jiwa, sikap konsisten, dan keteguhan; akan dapat memperkuat cita-cita dan semangat; akan mampu meningkatkan motivasi, rasa percaya diri, dan sikap optimis; serta akan bisa mengantarkan manusia pada keberhasilan yang sempurna dan tercapainya tujuan.

2. Mengetahui sebab-sebab yang dapat mengantarkan pada tercapainya tujuan
Sederhananya, apa yang dibutuhkan untuk menyembuhkan sakit mata berbeda dengan yang diperlukan untuk menyembuhkan penyakit kanker. Apa yang dibutuhkan untuk bisa naik ke atap rumah berbeda dengan yang dibutuhkan untuk mendarat di bulan. Dalam konteks bermasyarakat dan bernegara, apa yang dibutuhkan untuk menciptakan ‘kemandirian energi’ tentu juga harus didukung dengan kebijakan pengelolaan SDA di suatu Negara.

3. Mengaitkan sebab dengan akibat secara benar.
Setelah ada kejelasan dan penentuan target, seluruh sebab yang bisa mewujudkannya pun telah diketahui, maka seorang akan berusaha mengaitkan sebab-sebab tersebut dengan targetnya atau mengaitkan sebab dan akibatnya dengan benar. Untuk menjamin suatu keberhasilan tidak cukup hanya dengan mengaitkan sebab dengan akibatnya saja. Lebih dari itu, pengaitan tersebut harus benar, sehingga target bisa dicapai dalam waktu singkat, tanpa menyia-nyiakan kekuatan yang dikerahkan. Seorang pelajar, misalnya, agar memperoleh nilai yang sempurna pada saat ujian, harus mempelajari seluruh materi pelajaran disertai dengan pemahaman dan pemikiran yang sempurna. Apabila ia tidak mempelajari seluruh materi pelajaran, berarti ia tidak mengambil dan menjalani sebab-sebabnya dengan sempurna. 

4. Memperhatikan hukum alam dan aturan kehidupan
Orang yang berusaha untuk mewujudkan tujuan-tujuannya harus mengaitkan sebab dengan akibatnya. Tidak boleh hilang dari benaknya kesadaran bahwa usahanya tersebut harus selalu sesuai dan sejalan dengan hukum alam dan aturan kehidupan. Orang yang mencari pertolongan atau kemenangan di medan perang, dia wajib mempersiapkan segenap kekuatan, bukan malah membaca kitab Shahîh al-Bukhârî sebagai perlindungan. Sebab, peperangan adalah pertarungan antar kekuatan fisik, bukan antarkekuatan pemikiran. Orang yang ingin menjadi seorang faqîh tidak boleh mencari ke-faqîh-an dengan mempelajari ilmu tentang molekul (saintifikasi Islam). Orang yang ingin sembuh luka-luka di perutnya tidak mungkin bisa sembuh dengan hanya membaca surat al-Fatihah saja, tetapi ia harus menjalani proses pengobatan luka melalui seorang spesialis.

Empat perkara tersebut adalah perkara-perkara yang bersifat rasional (‘aqlî) dalam upaya menjalankan aktivitas dan merealisasikan tujuan. Adapun yang berhubungan dengan kehendak/tekad (irâdah) hanya terbatas pada tiga hal:

1. Kehendak yang sempurna, konsisten, dan kontinyu
Dalam diri setiap manusia, tekad ada yang kuat dan ada yang lemah. Bahkan, tekad bisa berubah-ubah pada diri seseorang dari waktu ke waktu. Faktor yang mempengaruhi kekuatan dan kelemahan serta keteguhan dan kontinuitas irâdah pada diri manusia adalah kekuatan yang dimiliki manusia, baik kekuatan materi, kekuatan maknawi, ataupun kekuatan ruhani. Contohnya adalah kekuatan ruhani yang dimiliki oleh seorang mujahid, bagaimana mungkin dia bisa memandang kematian syahid adalah seindah-indah kematian, misalnya. Faktor yang menghasilkan kekuatan yang dapat mempengaruhi irâdah pada diri manusia adalah pemahamannya tentang kehidupan. Seorang kapitalis-sekular, misalnya, ketika melihat ada kesempatan untuk memperoleh keuntungan materi, kekuatan maknawinya akan bertambah sehingga ia akan berusaha dengan dorongan motivasi dan irâdah yang kuat.

2. Adanya perasaan butuh terhadap suatu aktivitas
Manusia yang pernah merasakan pahitnya kegagalan biasanya akan memiliki irâdah yang berbeda dengan orang yang tidak pernah mencoba melakukan suatu aktivitas, kecuali dia sudah terhinggapi fatalism sebagaimana yang dijelaskan sebelumnya.

3. Adanya keseimbangan antara dorongan dan cita-cita dengan kemampuan dan fasilitas yang dimiliki
Secara alami, manusia memiliki dorongan dan hasrat, kemampuan, dan fasilitas untuk dapat mengantarkan dirinya pada keinginan dan cita-citanya. Agar kaidah untuk mewujudkan tujuan itu tetap benar, maka kemampuan-kemampuan yang dimiliki oleh manusia tidak boleh melebihi dorongan dan cita-citanya, meskipun hanya sedikit. Keseimbangan antara keduanya harus selalu dijaga. Cita-cita yang besar dengan kemampuan yang terbatas dapat melahirkan keputusasaan. Sebaliknya, cita-cita yang rendah dengan kemampuan yang besar untuk merealisasikan kadang-kadang dapat melahirkan kecerobohan.

Kesimpulan


Apabila kita mengkaji secara cermat kehidupan Rasulullah saw sehari-hari, kita akan menemukan satu kesimpulan bahwa Rasulullah tidak pernah melakukan aktivitas apa pun tanpa mengaitkan sebab dengan akibatnya; tanpa memperhatikan lagi apakah aktivitas tersebut termasuk wajib, sunnah, atau mubah. Apabila seorang Muslim hendak merealisasikan suatu kewajiban yang telah ditetapkan oleh Allah, maka dia wajib pula berusaha untuk mengetahui seluruh sebab yang dapat mengantarkan pada terwujudnya kewajiban tersebut, dan wajib pula untuk mengaitkan sebab-sebab tersebut dengan akibatnya secara benar. Jika dia tidak melakukannya, berarti dia tidak dipandang telah menjalani prinsip as-sababiyyah, atau ia dipandang telah terjerumus ke dalam sikap fatalistis. Seseorang yang memahami kaidah sababiyah tidak mengambil prinsip 'kewajiban manusia hanyalah berusaha, tidak wajib baginya mencapai keberhasilan' tapi seharusnya berprinsip 'manusia wajib berusaha untuk mencapai keberhasilan'.

wallahu a'lam bish-shawab

Sunday 19 June 2016

Menguak Mitos Segitiga Masalembo dalam Perspektif Oseanografi


Jika dunia mengenal segitiga Bermuda di perairan Atlantik sebelah timur Benua Amerika dan segitiga formosa di kawasan Asia Tenggara; maka di dalam perairan Indonesia, kita mengenal kawasan perairan segitiga Masalembo yang berkembang mitos sebagai kawasan perairan yang rawan bagi perjalanan laut maupun udara.

Fenomena ‘buruk’ di atmosfer
Perairan laut dangkal dan perairan laut dalam memberikan respon yang berbeda terhadap penyinaran sinar matahari. Laut Jawa, yakni perairan di sebelah barat kepulauan Masalembo, merupakan perairan dangkal dengan kedalaman rata-rata kurang dari 50 meter, sedangkan perairan di sebelah timurnya merupakan perairan laut dalam dengan kedalaman lebih dari 500 meter, yakni Laut Flores.
Di perairan laut dangkal, intensitas penyinaran matahari akan memungkinkan pemanasan kolom air yang lebih cepat dibandingkan dengan perairan laut dalam akibat intensitas matahari yang mencapai dasar perairan, sehingga suhu perairan akan relatif lebih hangat. Dampak lebih lanjut adalah laju penguapan dan potensi terbentuknya awan di perairan laut dangkal akan lebih intensif dibandingkan di perairan laut dalam.
Menghangatnya perairan yang diikuti dengan menghangatnya lapisan atmosfer di atasnya, dan diikuti meningkatnya tutupan awan sebagai dampak dari penguapan pada akhirnya akan menghasilkan tekanan udara yang lebih rendah dibandingkan di atas perairan laut dalam yang lebih tinggi. Perbedaan tekanan udara yang secara tiba-tiba inilah yang menghasilkan fenomena turbulensi ketika pesawat udara melintasinya.
Batas pertemuan keduanya di wilayah Indonesia adalah di perairan Masalembo. Tingkat kefatalannya, yakni seberapa besar turbulensi yang bisa terbentuk, sangat ditentukan dengan pola pembentukan awan di wilayah ini. Pada musim barat yakni pada bulan Desember, Januari, Februari, Maret; yang dikenal sebagai musim hujan, pembentukan awan hujan akan lebih intensif terbentuk di wilayah Indonesia bagian barat.
Selain turbulensi akibat perbedaan tekanan udara karena tutupan awan, potensi turbulensi juga dapat terjadi akibat perubahan besar dan arah kecepatan angin yang jamak terjadi saat memasuki Musim Peralihan, baik dari Musim Barat ke Musim Timur (April-Mei), maupun dari Musim Timur ke Musim Barat (Oktober-November). Perpaduan antara kedua fenomena yang dipicu pengaruh angin musim inilah yang menjadikan perairan Masalembo unik dan berpotensi mengurangi kenyamanan penerbangan.

Fenomena ‘buruk’ bawah air
Perairan Indonesia merupakan penghubung Samudera Pasifik dengan Samudera Hindia, yang mengalirkan massa air dari Pasifik menuju Hindia (Arus lintas Indonesia, Arlindo) akibat lebih tingginya muka laut Samudera Pasifik dibandingkan dengan ketinggian muka laut Samudera Hindia. Di samping melalui Selat Makassar, Arlindo juga mengalir melalui perairan Laut dangkal, laut Jawa; yang dibawa dari Laut China Selatan.
Kedua arus ini selanjutnya bertemu di wilayah segitiga Masalembo, sehingga menimbulkan pengacakan arus dan turbulensi yang disinyalir tidak hanya menghasilkan pusaran/eddy secara horizontal namun juga secara vertikal. Dampaknya hal ini akan mengurangi kenyamanan moda transportasi laut, terutama untuk kapal-kapal bertonase kecil. Pada musim barat, arus dari Laut Jawa akan menguat, sehingga diperkirakan intensitas turbulensi di wilayah ini juga akan lebih intensif.

‘Surga’ di Perairan Masalembo
Di balik ‘garangnya’ wilayah perairan Masalembo, sejatinya perairan ini menyimpan potensi kekayaan laut yang luar biasa, sebagai perairan tersubur di Indonesia yang kaya akan potensi perikanan tangkap. Dua fenomena oseanografi fisika yang terjadi di Perairan Masalembo yang mendukung hal tersebut adalah upwelling, turbulensi (pergolakan) vertikal-horizontal.
Upwelling adalah proses penaikan massa air dari lapisan bawah menuju lapisan atas di mana ikan-ikan pelagis berada. Proses ini terjadi akibat hembusan angin Musim Timur yang memasuki puncaknya pada bulan Juni, Juli, agustus.
Di dekat pesisir Pantai Makassar, hembusan angin ini akan mengakibatkan perpindahan massa air lapisan atas di dekat pesisir Makassar bergerak menuju laut lepas; yang diikuti dengan naiknya lapisan air lapisan bawah yang menggantikannya. Sifat massa air dari lapisan bawah yang naik ke permukaan ini adalah lebih dingin dan memiliki kandungan nutrien yang tinggi.
Dampaknya, lapisan air bagian atas akan menjadi subur karena pasokan nutrien tersebut. Nutrien sangat penting bagi pertumbuhan fitoplankton (tumbuhan renik laut), di mana melimpahnya fitoplankton akan diikuti dengan melimpahnya zooplankton (hewan renik seperti larva udang) yang memangsanya. Zooplankton inilah yang selanjutnya dimangsa oleh ikan-ikan benilai ekonomis. Arus dari Laut Jawa dan Arlindo selanjutnya menjadikan proses upwelling yang pada awalnya hanya di selatan Makassar meluas hingga mendekati Pulau Flores.
Fenomena kedua yang menunjang suburnya perairan Masalembo adalah fenomena turbulensi vertikal. Fenomena ini berpotensi terjadi di dua titik di segitiga Masalembo, yakni di sebelah utara Pulau Kangean dan di sebelah barat Ujungpandang (Ambang Dewakang). Di sebelah utara Pulau Kangean, perubahan kedalaman laut yang drastis berakibat pada bervariasinya struktur vertikal arus laut.
Dampaknya, terbentuklah turbulensi vertikal yang selanjutnya terjadi pengadukan dan pengangkatan lapisan dekat dasar perairan yang kaya akan nutrien, yang berpotensi meningkatkan produksi perikanan tangkap. Di ambang Dewakang, tersandungnya Arlindo oleh ambang (tonjolan bukit bawah laut) juga menghasilkan turbulensi vertikal yang berdampak pada penyuburan massa air lapisan atas.