Translate

Manfaat Mempelajari Percampuran Massa Air di Perairan Nusantara

Kata Guru saya, oseanografer gaek Indonesia, Prof. Mulia Purba dari IPB, kuliah Oseanografi Fisika seringkali dikenal sebagai ilmu sesat karena berkutat dengan rumus-rumus dan cacing-cacing (integral dan diferensial). Sejatinya tidak akan demikian jika kita mampu menguak manfaat dari kajian ini. Berikut saya coba uraikan beberapa topik 'menarik' yang bisa diperoleh dari kajian ini.

Kuantifikasi Perubahan Karakteristik Massa Air Arlindo

Arlindo membawa massa air Samudera Pasifik memasuki perairan Indonesia melalui dua jalur, yaitu melalui jalur barat, masuk melalui Laut Sulawesi diteruskan ke Selat Makassar, Laut Flores, dan Laut Banda. Jalur ini dikenal merupakan jalur transpor utama Arlindo (Ilahude dan Gordon, 1996). Jalur kedua adalah jalur timur, melalui Laut Maluku dan Laut Halmahera diteruskan ke Laut Banda. Dari perairan dalam lautan Indonesia, massa air akan keluar menuju Samudera Hindia melalui selat-selat utama, seperti Selat Lombok dan selat antara Alor dan Timor.

Massa air yang mengalir dari Samudera Pasifik ke Samudera Hindia melalui Arlindo mengalami perubahan karakter di sepanjang perjalanannya di perairan dalam (interior seas) Indonesia. Hasil pengukuran salinitas massa air Arlindo menunjukkan perubahan pada aliran masuk dan keluar, yakni salinitas massa air NPSW dari 34,90 PSU menjadi 34,54 PSU; dan massa air NPIW dari 34,35 PSU menjadi 34,47 PSU. Perubahan salinitas ini mengindikasikan adanya proses percampuran vertikal yang sangat kuat di perairan Indonesia. Proses percampuran vertikal yang terjadi dapat disebabkan oleh topografi yang kasar seperti sill (ambang), selat, dan aktivitas gelombang internal.

Massa air Pasifik Barat bagian tengah dan tropis atau yang biasa disebut dengan massa air subtropis bawah (subtropical lower water) dikarakterisasi oleh salinitas maksimum yang dangkal. Modifikasi massa air dari Pasifik barat secara kuantitatif merupakan representasi dari percampuran vertikal.


Gambar. Salinitas bagian atas termoklin dan bagian bawah termoklin di jalur Arus lintas Indonesia (Arlindo) dari hasil pemodelan seandainya tanpa pengaruh percampuran vertikal pasang surut dan dengan percampuran vertikal pasang surut (Koch-Larouy et al., 2007).

Dengan diketahuinya nilai difusivitas eddy vertikal pada jalur Arlindo, maka pada tahap selanjutnya akan memudahkan di antaranya dalam mengestimasi transfer bahang antarlautan, di mana kajian ini akan berguna untuk mempelajari perubahan iklim, dispersi polutan di lautan, dinamika arus secara global, dan perubahan komposisi massa air.

Estimasi Tingkat Kesuburan Perairan

Tingkat kesuburan suatu perairan berkaitan dengan jumlah nutrien yang berada di dalam kolom air. Pergerakan fluida secara vertikal mengakibatkan fluks nutrien dari lapisan bawah ke lapisan atas yang menyebabkan proses percampuran memiliki peranan yang sangat penting bagi kehidupan fitoplankton untuk menopang pasokan nutrien yang sangat dibutuhkan untuk melakukan proses fotosintesis.

Semakin tinggi nilai percampuran vertikal maka akan semakin besar fluks nutrien yang akan terangkat dari lapisan dalam, di mana tipikal nilai nutrien pada lapisan dalam lebih tinggi dibandingkan pada lapisan atas.

No comments:

Post a Comment